Pulitik Jero

Bale Maung

Bale Dewan

Hukum

Ekobis

Bale Jabar

Peristiwa

Galeri

Olahraga

Pamanggih

Nusantara

Mancanagara

Kaamanan

Piwulang

Kesehatan

Gaya Hirup

Otomotif

Indeks

Tatib Baru DPR: Siapa Bisa Memecat Siapa?

Oleh: Dede Zaki Mubarok --
Minggu, 09 Februari 2025 | 13:56 WIB
Dede Zaki Mubarok --
Dede Zaki Mubarok --

RMJABAR.COM - Tangsel, 8 Februari 2025 - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) DPR, yang mencakup tambahan Pasal 228A.


Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah penguatan mekanisme evaluasi terhadap pejabat publik yang telah melalui fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) di DPR.


Namun, revisi ini menimbulkan perdebatan publik, karena ada anggapan bahwa DPR kini memiliki kewenangan untuk mencopot pejabat di lembaga independen, seperti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Komisioner Komnas HAM, hingga Ombudsman RI.


Apa yang Diatur dalam Pasal 228A?


Pasal 228A dalam revisi Tatib DPR memberikan DPR kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat publik yang telah ditetapkan melalui rapat paripurna DPR.

 

Berikut bunyi pasal yang baru disisipkan dalam revisi:


Pasal 228A


1. Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 Ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR.


2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.


Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa DPR kini memiliki mekanisme untuk menilai kembali kinerja pejabat publik yang telah mereka pilih melalui fit and proper test.

 

Pejabat yang dapat dievaluasi oleh DPR antara lain:  Pimpinan KPK, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Pimpinan Ombudsman RI, Komisioner Komnas HAM, dan Pejabat Publik Lain yang Ditentukan Melalui Fit and Proper Test DPR.


Benarkah DPR Bisa Memecat Pejabat Publik?


Sejumlah pihak mempertanyakan apakah revisi ini memberi DPR kewenangan untuk mencopot pejabat lembaga independen, seperti KPK dan MK.


Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Daniel Johan, menyatakan bahwa sebelumnya tidak ada mekanisme pengawasan yang jelas terhadap pejabat yang telah lolos fit and proper test di DPR.


"Revisi ini untuk menjawab permasalahan yang ada. Salah satu bentuk evaluasi bisa berupa rekomendasi pemecatan, tetapi juga bisa hanya berupa rekomendasi perbaikan," kata Daniel kepada media.


Namun, penting untuk dicatat bahwa rekomendasi DPR tidak serta-merta mengarah pada pemecatan pejabat. Keputusan akhir tetap harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di masing-masing lembaga.


Sebagai contoh, pemberhentian pimpinan KPK diatur dalam Undang-Undang KPK, sehingga tidak bisa hanya berdasarkan rekomendasi DPR saja. 

 

Begitu pula dengan Hakim Mahkamah Konstitusi, yang pemberhentiannya harus melalui mekanisme di internal MK sesuai Undang-Undang MK.


Revisi Tatib DPR untuk Pengawasan Internal


Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meluruskan bahwa revisi Tatib DPR hanya bertujuan untuk memperkuat fungsi pengawasan internal, bukan untuk mengevaluasi atau mengatur lembaga lain.


"Sebenarnya kami tidak ada arah untuk itu (mengevaluasi lembaga lain), jadi agak bingung kenapa kemudian isu ini diarahkan ke sana. Revisi Tatib ini hanya berlaku internal untuk meningkatkan fungsi pengawasan, bukan untuk mengatur lembaga lain," ujar Dasco di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Jumat (7/2).


Ia juga menjelaskan bahwa evaluasi yang dilakukan DPR lebih kepada aspek administratif dan pelaksanaan tugas pejabat publik, bukan langsung memberikan keputusan pemecatan. Jika ada rekomendasi tertentu, tetap harus diserahkan kepada lembaga terkait atau pemerintah untuk ditindaklanjuti.


Sebagai contoh, jika ada pejabat yang sudah menjabat lebih dari 20 tahun dan kondisi kesehatannya tidak lagi memungkinkan untuk menjalankan tugasnya, DPR dapat memberikan saran agar lembaga terkait mencari pengganti yang lebih sesuai.


Pro dan Kontra: Apakah DPR Terlalu Kuat?


Revisi ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dan pakar hukum. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa DPR bisa menjadi terlalu dominan dalam menentukan nasib pejabat lembaga independen.


Namun, di sisi lain, DPR berargumen bahwa revisi ini justru meningkatkan akuntabilitas pejabat publik yang dipilih oleh DPR, agar tidak hanya diuji saat seleksi, tetapi juga selama masa jabatannya.


Apakah revisi ini akan benar-benar berdampak besar terhadap lembaga independen seperti KPK dan MK, atau hanya sekadar mekanisme administrasi tambahan? 

 

Jawabannya masih menunggu bagaimana implementasi aturan ini di masa mendatang.


Apakah revisi ini akan memperkuat pengawasan DPR atau justru mengancam independensi lembaga negara? 


Wallahualam rajamedia

Komentar: