Kritisi RUU Penyiaran, Cak Imin: Mosok Jurnalisme Cuma 'Copy Paste' Press Release
RMJABAR.COM- RUU Penyiaran, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyoroti Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran. Ketua Umum PKB itu berharap RUU Penyiaran dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan insan media.
Dikatakan Cak Imin UU Penyiaran harus mampu mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.
Menurut Cak Imin, pelarangan penyiaran program investigasi sama dengan membunuh jurnalisme. Sebab, kata Cak Imin kabar-kabar pendek, seperti breaking news atau info viral, saat ini relatif diambil alih media sosial.
Karenanya, kata Cak Imin jurnalisme investigasi sangat diandalkan dalam melahirkan informasi yang panjang, lengkap, dan mendalam.
"Mosok jurnalisme hanya boleh mengutip omongan jubir atau copy paste press release?” selorohnya.
Menurut Cak Imin, ketika breaking news, live report, atau berita viral bisa diambil alih media sosial, investigasi adalah nyawa dari jurnalisme hari ini.
"Dalam konteks hari ini, melarang penyiaran program investigasi dalam draf RUU Penyiaran pada dasarnya mengebiri kapasitas paling premium dari insan pers. Sebab, investigasi tidak semua bisa melakukannya,” ujarnya.
Cak Imin mengatakan, program Buka Mata dari Narasi TV, Bocor Alus dari Tempo, atau film dokumenter Dirty Vote yang tayang di kanal YouTube Watchdoc sebagai produk jurnalisme investigatif terkini.
Menurut Cak Imin, Dirty Vote mampu memberikan perspektif dan informasi penting yang dibutuhkan publik dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Dirty Vote, Buka Mata, dan Bocor Alus adalah salah satu produk jurnalisme investigasi yang mampu memenuhi kebutuhan publik akan informasi yang kredibel,” ungkapnya.
Dia mengatakan, karya-karya seperti itu perlu didukung karena akan membawa kebaikan bagi bangsa.
“Sama halnya dengan karya-karya kreatif lain yang hanya dapat muncul jika diberi ruang kebebasan," tuturnya.
Cak Imin mengaku paham betul pentingnya kebebasan berpendapat bagi masyarakat dan pers.
Sebab, dia pernah bekerja sebagai jurnalis ketika menjabat Kepala Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Tabloid Detik pada 1993 yang pernah mengalami pembredelan oleh rezim Orde Baru.