Pulitik Jero

Bale Maung

Bale Dewan

Hukum

Ekobis

Bale Jabar

Peristiwa

Galeri

Olahraga

Pamanggih

Nusantara

Mancanagara

Kaamanan

Piwulang

Kesehatan

Gaya Hirup

Otomotif

Indeks

Komisi III DPR Ingatkan PP Penugasan Polri Tak Langgar Konstitusi!

Laporan: Firman
Selasa, 23 Desember 2025 | 14:14 WIB
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra - Dok Fraksi Golkar -
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra - Dok Fraksi Golkar -

RAJAMEDIA.CO – Jakarta, Legislator - Komisi III DPR RI mewanti-wanti pemerintah agar penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) terkait penugasan anggota Polri di jabatan sipil tetap berada dalam koridor konstitusi dan tidak melampaui mandat Undang-Undang. 
 

Pemerintah diingatkan, PP tidak boleh menjadi alat untuk menafsirkan ulang apalagi menambah norma hukum di luar yang telah diatur dalam Undang-Undang Kepolisian.
 

Peringatan tersebut disampaikan Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, merespons langkah pemerintah yang memilih menerbitkan PP untuk meredam polemik Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang penempatan anggota Polri aktif di sejumlah kementerian dan lembaga.
 

PP Harus Perjelas UU, Bukan Ciptakan Tafsir Baru
 

Soedeson menegaskan, secara fungsi dan hierarki hukum, Peraturan Pemerintah merupakan aturan pelaksana yang bertugas memperjelas amanat undang-undang, bukan menciptakan tafsir baru yang berpotensi menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
 

“Tugas dari Peraturan Pemerintah itu untuk memperjelas undang-undang. Jangan sampai PP justru tidak memperjelas atau malah membuat masyarakat tambah bingung. PP tidak boleh menafsirkan lain kecuali yang sudah diatur di dalam UU Polri,” tegas Soedeson dikutip, Selasa (23/12/2025).
 

Larangan Menambah Norma dan Sanksi
 

Lebih lanjut, ia mengingatkan tim perumus PP agar tidak menyisipkan norma baru, terlebih yang berkaitan dengan pengaturan sanksi. Menurutnya, penambahan norma hukum memiliki batas tegas dalam sistem perundang-undangan.
 

“Di dalam Peraturan Pemerintah jangan menambah norma baru. Norma itu hanya boleh diatur dalam undang-undang atau peraturan daerah, apalagi norma yang mengandung sanksi,” ujarnya.
 

Perpol Dinilai Sah Secara Kewenangan
 

Menanggapi polemik Perpol Nomor 10 Tahun 2025, Soedeson justru menilai langkah Kapolri menerbitkan peraturan tersebut sudah tepat secara kewenangan institusional. Ia menepis anggapan bahwa Perpol tidak sah hanya karena mengatur penugasan yang bersinggungan dengan kementerian atau lembaga lain.
 

“Menurut saya sudah tepat Kapolri mengeluarkan Perpol karena memang itu berada dalam kewenangannya. Alasan bahwa ini melibatkan banyak kementerian sehingga Perpol tidak tepat, menurut saya kurang pas, karena sumber kewenangannya jelas ada di Kapolri,” jelasnya.
 

PP Dinilai Solusi Sementara, Revisi UU Tetap Diperlukan
 

Soedeson juga mengamini pandangan Menko Kumham Imipas, Yusril Ihza Mahendra, yang menilai penerbitan PP lebih efisien dibanding melakukan revisi Undang-Undang Polri secara tergesa-gesa. Ia mengakui, proses legislasi UU membutuhkan waktu panjang dan harus memenuhi prinsip meaningful participation sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
 

Namun demikian, ia menegaskan bahwa pengaturan substansial terkait penugasan Polri di jabatan sipil tetap perlu dimasukkan dalam revisi UU Polri agar memiliki kekuatan hukum yang lebih permanen.
 

“Kalau nanti sudah diatur secara detail di undang-undang, maka Peraturan Pemerintah itu tidak diperlukan lagi. PP ini sifatnya sementara, untuk mencegah kekosongan hukum saat ini,” pungkas Soedeson.rajamedia

Komentar: