Politik

Bale Maung

Bale Dewan

Hukum

Ekbis

Bale Jabar

Peristiwa

Galeri

Olahraga

Opini

Nusantara

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Pernyataan Sikap Civitas UII Yogyakarta ke Jokowi: Indonesia Darurat Kenegarawanan

Laporan: RMN
Kamis, 01 Februari 2024 | 18:19 WIB
Share:
Rektor beserta Civitas UII Yogyakarta menyatakan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawanan',  Kamis 1 Februari 2024 (Foto: Dok. UII Yogyakarta)
Rektor beserta Civitas UII Yogyakarta menyatakan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawanan', Kamis 1 Februari 2024 (Foto: Dok. UII Yogyakarta)

RMJABAR.COM - Sleman - Civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang menyatakan sikap mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengembalikan jalan demokrasi serta menjadi teladan, etika dan praktik kenegarawanan.

Sikap itu disampaikan menyusul sebebelumnya Civitas dan Alumni Universitas Gadjah Mada menyatakan sikap atas kondisi bangsa.

Civitas akademika UII Yogyakarta meminta Jokowi agar tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden di Pilpres 2024.

Desakan itu disampaikan melalui pernyataan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawanan' yang turut memuat sejumlah tuntutan untuk untuk Jokowi dan jajaran kabinetnya.

"Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran. Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo," ujar Rektor UII Yogyakarta, Fathul Wahid di Kampus UII Yogyakarta, Sleman, Kamis (1/2).

Fathul menyoroti perkembangan politik nasional yang dianggap makin mempertontonkan penyalahgunaan kewenangan tanpa malu-malu, dan kekuasaan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara.

"Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023," sambungnya.

Fathul juga menyoroti bagaimana proses pengambilan keputusan tersebut yang sarat dengan intervensi politik. Sehingga menghasilkan perbuatan yang terbukti melanggar etika, hingga menyebabkan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan.

UII menilai gejala ini kian diperparah saat Jokowi menyebut presiden boleh berkampanye dan berpihak, sehingga menyatakan ketidaknetralan institusi.

"Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu," kata Fathul melanjutkan isi pernyataan sikap itu.

Fathul juga melihat adanya indikasi mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu. Hal itu terlihat dari sejumlah sikap atau tindakan yang tentunya melanggar hukum sekaligus konstitusi.

"Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi," kata Fathul.

UII pun kata Fathul menyampaikan sejumlah tuntutannya.

Berikut tuntutannya:

Pertama, mendesak Jokowi untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan guna memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden.

UII kata Fathul meminta agar Presiden Joko menegaskan sikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok. Fathul menilai Jokowi jauh berbeda dengan sikapnya beberapa waktu lalu dan dikhawatirkan mementingkan sebagian kelompok.

Kedua, menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis.

"Termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial," ujar Fathul.

Ketiga, menyerukan agar DPR aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.

Keempat, mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara.

Kelima, mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.

Keenam, meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.rajamedia

Komentar: