Mabuk Dani
RMJABAR.COM - Disway - Sepertinya tidak ada Pilkada di Disway. Di hari Pilkada Serentak hari ini pun yang dibahas bukan politik. Saya pilih bahas Dhani Hehe.
Kalau saja Dhani Hehe ikut pilkada rasanya saya akan nyoblos tokoh yang kita tampilkan hari ini.
Namanya: Mokh. Alfin Ramadhani. Dipanggil Dhani. Namanya di medsos: Dhani Hehe. Ketika saya tanya kenapa nama belakangnya pakai "hehe", Hehe menjawab: "dulu saya sering tertawa."
Umur Dhani: 19 tahun. Baru saja memasuki 19 tahun. Ia hanya tamatan SMA di Pasuruan, Jatim, tapi telah mampu membuat saya sulit. Yakni sulit menjawab pertanyaannya.
Dua hari lalu, Minggu sore, saya diminta "mengajar" di satu forum yang disebut Sekolah CEO. Pemilik Sekolah CEO adalah seorang anak muda dari Yogyakarta: Satia Pradana
Rasanya sudah empat atau lima kali saya diminta berbicara di forum itu. Pesertanya para pengusaha, umumnya usia muda.
Setiap angkatan selalu saja ada beberapa usaha yang sangat unik. Di angkatan lalu misalnya, ada finalis Putri Indonesia dari Jateng, Disma Rastiti, yang usahanya sangat berkembang: rumah khitan. Sudah punya lima cabang di Jateng. Layanannya sangat modern.
Angkatan Minggu lalu ada Dhani Hehe. Ketika memperkenalkan bidang usahanya Dhani mengatakan: content creator. Saya pun sadar: content creator ternyata sudah jadi salah satu bidang bisnis.
Pertanyaan yang diajukan untuk saya adalah: "setelah ini saya harus berkembang ke mana?"
Saya tahu Dhani kini sudah punya modal. Yakni dari hasil usaha sebagai content creator. Apalagi follower-nya sudah mencapai tiga juta orang. Hasilnya sudah lebih Rp 200 juta sebulan.
Saya pun pilih untuk tidak sok memberi nasehat. Saya terlalu tua untuk memahami jalan pikiran seseorang yang menjadikan content creator sebagai bisnis.
Saya hanya balik bertanya padanya: ingat menabung kan?
Saya waswas menunggu jawaban Dhani. Ia anak muda. Banyak anak muda cepat menjadi hedon.
Ternyata Dhani ingat menabung. Saya pun menduga ia menabung di deposito. Ternyata uang Dhani ditaruh di --saya kaget-- bitcoin. Saya lupa: deposito adalah gaya orang tua. Gaya anak muda adalah bitcoin.
Setelah kaget saya bertanya: "Bitcoin lagi naik kan? Berarti uang Anda sudah naik 10 kali lipat?".
"Dua kali lipat," jawabnya.
"Mengapa Anda tadi bertanya akan berkembang ke mana?"
"Saya yakin usaha sebagai content creator akan ada masa menurunnya," jawabnya.
Hebat. Dhani tidak mabuk kenikmatan. Ia sudah memikirkan ketika kelak masa turun itu tiba: akan berbuat apa.
Dhani sudah tidak pernah berpikir untuk kuliah. Masuk universitas tidak pernah terbayangkan.
"Tapi Anda harus bisa bahasa Inggris," kata saya.
"Saya sangat ingin belajar bahasa Inggris," jawabnya.
Syukurlah, Dhani tetap ingat belajar.
Sejak kapan Dhani jadi content creator?
"Sejak tahun 2020. Saat kelas satu SMA di Pasuruan," katanya.
Ketika masih di SMP, Dhani diberi HP bekas oleh Pakde-nya (kakak ayah). Dhani masih ingat merek HP-nya: Sony.
Sang Pakde kasihan Dhani tidak mungkin bisa beli HP. Ayah Dhani, Moch Khanan, hanya seorang penarik becak.
Dengan HP itu Dhani asyik main game. Ia menyebutkan nama-nama permainan yang ia dalami tapi saya sulit mengingatnya. Dari kegemarannya main game itulah Dhani mulai membuat content di TikTok.
Yang membuat nama Dhani melejit adalah ketika ia nge-prank seorang gamer terkemuka. "Langsung dapat follower satu juta," katanya. Lalu naik terus sampai tiga juta.
Ketika penghasilan Dhani sudah besar yang ia pikirkan pertama adalah: membelikan rumah orang tuanya. Selama ini ayahnya tinggal di "rumah bersama" warisan orang tua.
Rumah itu yang dibeli Dhani. Saudara-saudara ayahnya dapat pengganti uang. Dhani sampai habis lebih Rp 200 juta untuk mengganti warisan itu.
Lalu Dhani sendiri beli rumah. Ayahnya tidak lagi menjadi tukang becak. Ia memberi modal sang ayah untuk jualan.
Kecerdasan dalam bermain game tidak membuat Dhani mabuk. Saya yakin tanpa nasehat saya pun ia akan tahu ke mana harus mencari sukses berikutnya.
Bale Jabar | 2 jam yang lalu
Hukum | 11 jam yang lalu
Opini | 6 jam yang lalu